Judul : Dinilai Tabrak Sejumlah UU, Presiden Jokowi Diminta Cabut PP 70 / 2015
link : Dinilai Tabrak Sejumlah UU, Presiden Jokowi Diminta Cabut PP 70 / 2015
Dinilai Tabrak Sejumlah UU, Presiden Jokowi Diminta Cabut PP 70 / 2015
Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 tahun 2015 yang mengatur tentang Jaminan Kematian (JKm) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pasalnya, PP tersebut bertentangan dengan UU 40 / 2000 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU 23/ 2011. Demikian diserukan Direktur Eksekutif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch, Timboel Siregar, Rabu (29/3) pagi.
Timboel mengatakan, konsistensi dan koordinasi semua regulasi yang telah dilahirkan tersebut ternyata ditelikung secara sadar oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2015. “PP 70 ini ternyata menyerahkan pelaksanaan JKK, JKm bagi PNS dan JKK, JKm dan JHT bagi PPPK kepada sebuah BUMN yang bernama PT TASPEN,” kata dia.
Ia menegaskan, PP 70 ini yang melegalkan pelaksanaan JKK, JKm dan JHT kepada PT Taspen. “Dan ini menyalalahi ketentuan UU 40 / 2000 tentang SJSN,” kata dia.
Memang PP 70 ini adalah amanat Pasal 92 (ayat 4) dan Pasal 107 UU ASN, tetapi mengacu pada ketentuan UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan seharusnya isi yang ada di PP 70 tidak boleh bertentangan dengan amanat UU ASN khususnya Pasal 92 dan Pasal 106.
Ketika Pasal 92 dan Pasal 106 mengacu pada SJSN dalam pelaksanaan JKK, JKm bagi PBS dan JKK, JKm serta JHT bagi PPPK, ini artinya 9 prinsip yang ada dalam UU SJSN harus menjadi acuanya juga.
Prinsip nirlaba sebagai salah satu prinsip SJSN tidak sesuai dengan PT Taspen yang berorientasi pada profit. Bila fokus pada profit maka kecenderungannya manfaat yang diberikan kepada peserta akan terbatas. Bila ada surplus dari hasil pengembangan program JKK-JKm maka seharusnya digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar besarnya kepentingan peserta sesuai prinsip ke-9 SJSN, bukan dikemas dalam bentuk dividen seperti yang terjadi di PT Taspen.
Prinsip Gotong Royong tidak mungkin terimplementasi di PT Taspen. Gotong royong antara PNS-PPPK, pekerja formal swasta serta pekerja informal hanya mungkin terjadi di BPJS Ketenagakerjaan. Dengan gotong royong maka akan terakumulasi dana yang besar untuk membiayai program JKK dan JKm.
Solvabilitas dan kesinambungan pembiayaan program akan lebih mudah tercapai, dan tentunya peningkatan manfaat akan lebih mudah diciptakan dan dilaksanakan, seperti program Return to Work (RtW) di BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu peserta yang mengalami kecelakaan kerja dan mengalami cacat sehingga peserta mampu bekerja kembali. Faktanya program RtW tidak ada di PT Taspen.
Timboel mengatakan, keharusan semua PNS dan PPPK ikut program JKm dan JKK diawali oleh amendemen kedua dan keempat UUD 1945 (Pasal 28 H dan Pasal 34) yang secara eksplisit menyatakan seluruh rakyat Indonesia berhak atas jaminan sosial.
Amanat Konstitusi tersebut dilaksanakan UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang pada salah satu prinsipnya menyatakan kepesertaan jaminan sosial bersifat wajib.
Pada Pasal 106 UU ASN, pemerintah pun diwajibkan memberikan perlindungan kepada PPPK berupa jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan bantuan hukum, dimana program perlindungan tsb dilaksanakan sesuai dengan sistem jaminan sosial nasional. Jadi sudah sangat jelas terlihat UU ASN pun sangat terinspirasi dan terintegrasi dengan UU SJSN.
Ini artinya, kata Timboel, secara fakta hukum, UU ASN menyerahkan pelaksanaan JKK dan JKm bagi PNS dan pelaksanaan JKK, JKm dan JHT bagi PPPK kepada BPJS Ketenagakerjaan, sama seperti pelaksanaan jaminan kesehatan bagi PNS dan PPPK ke BPJS Kesehatan, bukan kepada lembaga lain.
Menurut Timboel, jika tidak ada amendemen UUD 1945 dan tidak lahir UU SJSN, UU BPJS serta UU ASN mungkin sampai saat PNS dan PPPK tidak mendapatkan JKm dan JKK serta JHT secara formal.
Menurut Timboel, eksistensi PP 70/2015 adalah blunder hukum pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) saat ini. Seharusnya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan (Kemenkeu) memperkuat dana iuran JKK, JKm, JHT dan pensiun di BPJS Ketenagakerjaan agar surat utang negara yang bisa dibeli oleh dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan lebih besar lagi.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 1/2016 mewajibkan minimal 50 persen dana kelolaan di BPJS Ketenagakerjaan, yang sudah mencapai Rp 260 triliun, diinvestasikan di Surat Utang Negara. Saatnya kemandirian ekonomi bangsa ini dimulai dengan memaksimalisasi potensi dana dalam negeri sehingga ketergantungan pada utang luar negeri bisa diturunkan.*beritasatu
Demikianlah Artikel Dinilai Tabrak Sejumlah UU, Presiden Jokowi Diminta Cabut PP 70 / 2015
Sekianlah artikel Dinilai Tabrak Sejumlah UU, Presiden Jokowi Diminta Cabut PP 70 / 2015 kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Dinilai Tabrak Sejumlah UU, Presiden Jokowi Diminta Cabut PP 70 / 2015 dengan alamat link https://portalberitatv.blogspot.com/2017/03/dinilai-tabrak-sejumlah-uu-presiden.html